Pada azasnya pewaris mempunyai hak penuh untuk melakukan apa saja atas barang-barang miliknya semasa hidupnya. Pengakuan hak ini telah diberikan oleh undang-undang Pasal 874 KUH Perdata yang pada intinya menyatakan bahwa dalam suatu pewarisan, wasiat yang dibuat oleh pewaris didahulukan terhadap ketentuan sesuai undang-undang. Artinya hak ahli waris ad-testamento didahulukan dibanding ahli waris ab intestato.
Namun atas kemerdekaan pewaris ini, pembuat undang-undang membuat beberapa pembatasan-pembatasan, caranya dengan memberikan suatu jaminan kepada ahli waris tertentu dalam suatu bagian tertentu dari hak waris ab intestato, tidak dapat diganggu gugat oleh pewaris, baik melalui tindakan hukum semasa dia hidup maupun melalui melalui wasiat, kecuali atas persetujuan ahli waris yang bersangkutan.
Jaminan atas bagian tertentu tersebut di sebut sebagai Legitieme Portie (Bagian Mutlak) dan diatur dalam Pasal 913 KUH Perdata. Ahli waris yang memiliki legitieme portie disebut sebagai Legilimaris.
Bagian Mutlak adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris. Jaminan ini mempunyai arti bahwa ahli waris tertentu tidak dapat disingkirkan sama sekali oleh pewaris. Ahli waris yang memiliki legitieme portie adalah ahli waris yang ber-ada pada garis lurus menurut undang-undang. Legitimaris pasti ahli waris, tetapi ahli waris belum tentu memiliki legitieme portie.
Ahli waris yang legitimaris adalah anak-anak sah dan orang tua pewaris. Sedangkan ahli waris non legitimaris adalah istri, meskipun istri adalah termasuk ke dalam ahli waris Golongan I.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal legitieme portie :
Ahli watis non-legitimaris bisa di kesampingkan dengan wasiat.
Legitieme portie harus selalu dituntut. Jika tidak di tuntut, tidak akan diperoleh.
Seorang legitimaris berhak menuntut/melepaskan legitieme portie-nya tanpa bersama-sama dengan ahli waris legitimaris lainnya.
Penuntutan atas legitieme portie baru dapat dilakukan terhadap hibah/hibah wasiat yang mengakibatkan berkurangnya bagian mutlak dalam suatu harta peninggalan setelah warisan terbuka (Pasal 920 KUH Perdata).
Penuntutan itu dapat dilakukan terhadap segala macam pemberian yang telah dilakukan oleh pewaris, baik berupa pengangkatan ahli waris (erfstelling), hibah wasiat, atau terhadap segala pemberian yang dilakukan oleh si pewaris sewaktu si pewaris masih hidup.
Apabila pewaris mengangkat seorang ahli waris dengan wasiat untuk seluruh harta peninggalannya, maka bagian legitimaris yang tidak menuntut menjadi bagian ahli waris menurut surat wasiat tersebut.
Bagian legitieme portie (Pasal 914 - 1916 KUH Perdata), yaitu :
1. Bagian anak-anak sah (Pasal 914 KUHPerdata) :
Jika hanya ada 1 anak, maka bagiannya 1/2 dari bagian menurut undang-undang
Jika ada 2 anak, maka bagiannya 2/3 dari bagian menurut undang-undang
Jika ada 3 anak atau lebih, maka bagiannya 3/4 dari bagian menurut undang-undang
2. Bagian ahli waris lurus ke atas (Pasal 915 KUH Perdata) adalah 1/2 dari bagian menurut undang-undang.
3. Bagian anak luar perkawinan (Pasal 916 KUH Perdata) adalah 1/2 dari bagian menurut undang-undang.
Di bawah ini contoh perhitungan legitieme portie :
Bapak P seorang kaya yang telah meninggal dunia dengan meninggalkan 1 (satu) orang istri, 2 (dua) orang anak dan harta waris sebesar Rp 9 milliar. Setelah kematiannya ternyata diketahui Bapak P pernah membuat surat wasiat yang isinya memberikan sebagian besar hartanya kepada “teman dekatnya” yaitu X sebanyak 2/3 dari total harta harta warisnya.
Bagaimana bagian masing-masing ahli waris ?
Keterangan :
P = Pewaris, A = Istri, B & C = Anak Sah, X = Pihak Ketiga
Kita lihat terlebih dahulu pihak-pihak dalam pewarisan tersebut. Terdapat 1 ahli waris non legitimaris yaitu istri, ada 2 orang legitimaris dan 1 orang ahli waris karena wasiat.
Pertama-tama jalankan terlebih dahulu wasiat kepada X sebesar 2/3 dari harta waris P. Maka hak X atas dasar wasiat adalah sebesar Rp 6 Milliar. Sedangkan sisanya di bagi sesuai ketentuan KUH Perdata untuk golongan I yaitu istri dan anak, masing-masing menerima 1/3 bagian, atau :
A menerima = 1/3 x 1/3 x Rp 9 Milliar = Rp 1 Milliar
B menerima = 1/3 x 1/3 x Rp 9 Milliar = Rp 1 Milliar
C menerima = 1/3 x 1/3 x Rp 9 Milliar = Rp 1 Milliar
Kemudian berdasarkan Pasal 916a KUH Perdata kita hitung berapa legitieme portie ahli waris legitimaris, dengan tidak memperhitungkan ahli waris non legitimaris :
Legitieme portie B = 2/3 x 1/2 = 1/3 x Rp 9 Milliar = Rp 3 Milliar
Legitieme portie C = 2/3 x 1/2 = 1/3 x Rp 9 Milliar = Rp 3 Milliar
B dan C masing-masing baru menerima 1/9 bagian atau Rp 1 Milliar, jadi masih terdapat kekurangan hak legitieme portie-nya sebesar :
Kekurangan LP B = 1/3 - 1/9 = 2/9 x Rp 9 Milliar = Rp 2 Milliar
Kekurangan LP C = 1/3 - 1/9 = 2/9 x Rp 9 Milliar = Rp 2 Milliar
Total = Rp 4 Milliar
Kekurangan tersebut di ambil dari bagian X. Sehingga X sebesar-besarnya hanya boleh menerima : 2/3 - 2/9 = 6/9 - 2/9 = 4/9 x Rp 9 Milliar = Rp 4 Milliar
Sehingga pembagiannya akan menjadi sebagai berikut :
X = 2/9 x Rp 9 Milliar = Rp 2 Milliar
A = 1/9 x Rp 9 Milliar = Rp 1 Milliar
B = 1/3 x Rp 9 Milliar = Rp 3 Milliar
C = 1/3 x Rp 9 Milliar = Rp 3 Milliar
Total = Rp 9 Milliar
Atas perhitungan pembagian harta tersebut kita cek dengan berdasarkan Pasal 914 KUH Perdata :
Legitieme portie B = 2/3 x 1/3 = 2/9 x Rp 9 Milliar = Rp 2 Milliar
Legitieme portie C = 2/3 x 1/3 = 2/9 x Rp 9 Milliar = Rp 2 Milliar
Dari perhitungan di atas, B dan C telah menerima lebih besar dari ketentuan Pasal 914 KUH Perdata maka mereka tetap boleh menerima 1/3 bagian atau Rp 3 Milliar.
Dari kasus di atas terlihat betapa lemahnya posisi istri yang tidak memilki jaminan perlindungan waris, sementara anak dilindungi dengan legitieme portie. Apabila tidak ada surat wasiat untuk X, maka bagian istri seharusnya 1/3 x Rp 9 Milliar = Rp 3 Milliar.
Sungguh ironis, bagian orang lain yang mungkin belum dikenal sama sekali sebelumnya, ternyata bisa mendapat bagian lebih besar daripada bagian istri. Langkah hukum yang bisa dilakukan oleh istri adalah menggugat keabsahan wasiat itu sendiri dengan membuktikan bahwa X adalah teman zinah mendiang suaminya. Karena teman zinah yang sudah mendapat keputusan pengadilan yang tetap, tidak berhak mendapatkan wasiat (Pasal 909 KUH Perdata).
Tentu sebuah proses pengadilan yang panjang dan melelahkan.
Herman Josef SH
Diambil dari buku Pensiun dan Waris, Herman Josef SH, 2016
Comments